Jumat, 25 Januari 2013
ISLAM >> [GEMIRA] Maulid Nabi Muhammad SAW
Hakikat cinta sebenarnya adalah mau menuruti segala apa yang diminta oleh orang yang kita cinta, bukan hanya memberi kata puja dan rayu. Cinta pada Rosululloh, berarti kita mau menuruti dan bersemangat untuk melakukan sunnah-sunnahnya serta menjauhi apa yang dilarangnya. Adapun membaca dan melantunkan “Sholawat” pada Rosul Shollahu ‘alaihi wa sallam belum menjamin kalau kita cinta padanya. Namun harus lebih dibuktikan dengan sejauh mana sunnah dan ajarannya dapat kita laksanakan. Sebab Islam bukan hanya terpaku pada tataran teoritis, namun juga implementatif. Karena islam sebagai perwujudan dari iman yang telah diikrarkan.
Allah Ta’ala berfirman:
“Apa yang datang dari Rosululloh, ambillah. Dan apa yang dilarang Rosululloh, jauhilah”.(al Hasyr/59:7).
Selanjutnya Alloh Ta’ala juga berfirman,
“Katakanlah, jika kalian mencintai Alloh, maka ikutilah aku (Muhammad). Maka Alloh akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, Dan Alloh Maha Pengampun lagi penyayang” (Ali Imron: 31).
Ibnu Katsir menafsirkan: “ فَاتَّبِعُونِي (ikutilah aku)”, adalah mengikuti dan menjalankan syariat dan Sunnah Rasululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam (perkataan, perbuatan dan yang ditetapkan beliau)”,
Ayat tersebut sudah sangat jelas bahwa persyaratan muthlak untuk mendapatkan cinta Alloh Ta’ala adalah kita terlebih dahulu harus mencintai Rosululloh dengan cara mengikuti dan menjalankan sunnah-sunnah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam serta menjauhi perkara yang tidak pernah diperintah oleh beliau.
Salah satu alasan Allah menurunkan Rasulullah untuk memberikan contoh kepada kita tentang cinta. Rasulullah adalah pribadi yang hangat, setiap orang yang bertemu dengan Rasulullah akan merasakan ketentraman, kalaupun ada yang membenci Rasulullah bukan karena pribadi Rasulullah, tapi apa yang dibawa oleh Rasul, yaitu Islam. Rasulullah adalah guru cinta yang luar bisa, karena baliau adalah murid dari Maha Guru, اَللّهُ swt. Apapun ekspresi cinta Rasulullah merupakan ekspresi cintanya kapada Allah.
Dalam riwayat Anas bin Malik Rasulullah diceritakan seperti ini, Ada seseorang berada di samping Rasullah lalu seorang sahabat berlalu di depannya. Orang yang disamping Rasulullah tadi berkata: “Aku mencintai dia ya Rasulullah”, lalu Rasul menjawab “Apakah kamu telah memberitahukan kepadanya?” Lalu orang tersebut memberitahukan kepada sahabat itu seraya berkata “Sesungguhnya aku
mencintaimu karena Allah”, kemudian orang yang dicintai itu menjawab “Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karena Allah”.
Subahanallah terdengar sangat indah, jika diperhatikan dari percakapan diatas, ungkapan cinta itu diucapkan kepada sesama gender, dan ini tidak berlaku untuk lawan jenis yang bukan muhrimnya (mana ada cinta karena Allah, tapi melanggar syariat dari Allah). Kalau bahasa yang sering digunakan oleh aktivis adalah “Ana uhibbukifillah (untuk ke wanita), Ana uhibbukafillah (untuk ke pria)” yang artinya Aku mencintaimu karena Allah. Bagi mereka kata-kata ini bisa mempererat hubungan persahabatan mereka. Tidak ada persaan ‘maho’, karena mereka mempunyai ikatan ukhuwah yang diikatkan oleh Allah.
Pada saat kita belajar cinta kapada Rasulullah berarti kita belajar mencintai segalanya karena Allah. Cinta Rasulullah bukan basa basi, cinta Rasulullah itu tanpa dusta, karena cinta beliau merupakan ekspresi cinta beliau kepada Allah, maka Rasulullah tidak melanggar syariat
Dua tingkatan tersebut adalah:
1- Tingkatan yang fardhu (wajib), yaitu kecintaan (kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang mengandung konsekuensi menerima dan mengambil semua petunjuk yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sisi Allah dengan (penuh rasa) cinta, ridha, hormat dan patuh, serta tidak mencari petunjuk dari selain jalan (sunnah) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam secara utuh. Kemudian, mengikuti dengan baik agama yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan dari Allah, dengan membenarkan semua berita yang beliau sampaikan, manaati semua kewajiban yang beliau perintahkan, maninggalkan semua perbuatan haram yang dilarangnya, serta menolong dan berjihad (membela) agamanya, sesuai dengan kemampuan untuk (mengahadapi) orang-orang yang menentangnya. Tingkatan ini harus dipenuhi (oleh setiap muslim) dan tanpanya keimanan (seseorang) tidak akan sempurna.
2- Tingkatan fadhl (keutamaan/kemuliaan), yaitu kecintaan (kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang mengandung konsekuensi meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik, mengikuti sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar, dalam tingkah laku, adab (etika), ibadah-ibadah sunnah (anjuran), makan, minum, pakaian, pergaulan yang baik dengan keluarga, serta semua adab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sempurna dan akhlak beliau yang suci. Demikian juga memberikan perhatian (besar) untuk memahami sejarah dan perjalanan hidup beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, rasa senang dalam hati dengan mencintai, mengagungkan dan memuliakan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Senang mendengarkan ucapan (hadits) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan selalu (mendahulukan) ucapan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas ucapan selain beliau. Dan termasuk yang paling utama dalam tingkatan ini adalah
meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sikap zuhud beliau terhadap dunia, mencukupkan diri dengan hidup seadanya (sederhana) di dunia, dan kecintaan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada (balasan yang sempurna) di akhirat (kelak).
Keluarga Besar Gerakan Muslim Indonesia Raya (GEMIRA) mengucapkan selamat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 12 Rabiul Awal 1434 H “Jadikan Teladan Kepada Rasulullah SAW sebagai bukti keimanan dan semangat dalam menggapai Kejayaan Indonesia Raya”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar